Sabtu, 19 Januari 2013

SISTEM MANAJEMEN UNIT GAWATDARURAT



A.Definisi Unit Gawat Darurat

Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan di
Rumah Sakit, baik buruknya pelayanan bagian ini akan memberi kesan secara
menyeluruh terhadap pelayanan rumah sakit. Pelayanan gawat darurat
mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidup
seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis khususnya hukum kesehatan
terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa. Menurut
segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena dispensasi di
bidang ini sulit dilakukan. Untuk menuju pelayanan yang memuaskan dibutuhkan
sarana dan prasarana yang memadai, meliputi ruangan, alat kesehatan utama,
alat diagnostik dan alat penunjang diagnostik serta alat kesehatan untuk suatu
tindakan medik. Disamping itu juga tidak kalah pentingnya sumber daya manusia
yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitas. Petugas yang
mempunyai pengetahuan yang tinggi, keterampilan yang andal dan tingkah laku
yang baik.

Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya
penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara
keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat
rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini.
Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian
penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang
UGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun
bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain.

Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang
sebagai satu system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem
mengandung pengertian adanya komponen-komponen yang saling berhubungan
dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak yang
diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur dengan
melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan.

B. Karakteristik Pelayanan Gawat Darurat
Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat
berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik
khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan
pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang
berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. Beberapa Isu Seputar Pelayanan


Gawat Darurat yaitu, pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa
masalah utama yaitu :

· Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat
· Perubahan klinis yang mendadak
· Mobilitas petugas yang tinggi
Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat
memiliki risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter
yang bertugas di gawat darurat menempati urutan kedua setelah dokter ahli
onkologi dalam menghadapi kematian. Situasi emosional dari pihak pasien
karena tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan
mudah menyulut konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan
kesehatan.

C. Hubungan Dokter Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat
Hubungan dokter pasien dalam keadaan gawat darurat sering merupakan
hubungan yang spesifik. Dalam keadaan biasa (bukan keadan gawat darurat)
maka hubungan dokter pasien didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak,
yaitu pasien dengan bebas dapat menentukan dokter yang akan dimintai
bantuannya (didapati azas voluntarisme). Demikian pula dalam kunjungan
berikutnya, kewajiban yang timbul pada dokter berdasarkan pada hubungan
yang telah terjadi sebelumnya (pre-existing relationship). Dalam keadaan darurat
hal di atas dapat tidak ada dan azas voluntarisme dan keduabelah pihak juga
tidak terpenuhi. Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus berlaku dalam
pelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas azas voluntarisme.

Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat,
maka ia harus melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang
melanjutkan pertolongan itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi.
Dalam hal pertolongan tidak dilakukan dengan tuntas maka pihak penolong
dapat digugat karena dianggap mencampuri/ menghalangi kesempatan korban
untuk memperoleh pertolongan lain (loss of chance).

D.Pengaturan Staf dalam Instalasi Gawat Darurat

Ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah memadai adalah syarat yang
harus dipenuhi oleh UGD. Selain dokter jaga yang siap di UGD, rumah sakit juga
harus menyiapkan spesialis lain (bedah, penyakit dalam, anak, dll) untuk
memberikan dukungan tindakan medis spesialistis bagi pasien yang
memerlukannya. Dokter spesialis yang bertugas harus siap dan bersedia
menerima rujukan dan UGD. Jika dokter spesialis gagal memenuhi kewajibannya


maka tanggung jawab terletak pada dokter itu dan juga rumah sakit karena tidak
mampu mendisiplinkan dokternya.

E. Peraturan
Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan Pelayanan
Gawat Darurat
Pengaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat
darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri
Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.

Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat Ketentuan tentang
pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5l
UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib
melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya,
walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah
pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan
pelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh
derajat kesehatan yang optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa
Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang
mampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).

Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin
rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk
meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan. Dalam
penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit
dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah
sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang
Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit
untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari

F. Masalah Lingkup Kewenangan Personil dalam Pelayanan Gawat
Darurat
Hal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang
berkaitan dengan lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat
darurat. Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU
No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki


pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi kesehatan
memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang
dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.

Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa
pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan
ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Ketentuan tersebut
dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan,
sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan
pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko.

Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan
medik diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan yang
merumuskan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau
melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau
kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkuta. Pengaturan di atas
menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada
dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai
tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam
hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang
bersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan
situasi (gawat darurat) saat itu.

G. Masalah Medikolegal pada Penanganan Pasien Gawat Darurat
Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi
hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan
gawat darurat
karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege
tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat
darurat. Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat
darurat adalah “An emergency is any condition that in the opinion of the patient,
his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the
hospital-remelakukanquires immediate medical attention. This condition
continues until a determination has been made by a health care professional that
the patient’s life or well-being is not threatened”.


Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat
darurat walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu
dibedakan antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya
adaiah: A true emergency is any condition clinically determelakukanmined
to require immediate medical care. Such conditions range from those requiring
extensive immediate care and admission to the hospital to those that are
diagnostic probmelakukanlems and may or may not require admission after
work-up and observation.

Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang
dihadapi pasien diselengganakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut
yang paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat
dikerjakan oleh perawat melalui standing order yang disusun rumah sakit.

H. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat
tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis
atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya
kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).
Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka
perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi.
Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan
tenaga kesehatan yang berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan
kondisi yang sama pula.

Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien
(informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992
tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat
di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar
dan tidak didampingi pasien, tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11
Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat
diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus
disimpan dalam berkas rekam medis.

I. Kematian pada Instalasi Gawat Darurat
Pada prinsipnya setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke UGD
(Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-
Saxon digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak
terduga (sudden unexpected death) apapun penyebabnya harus dilaporkan dan


ditangani oleh Coroner atau Medical Exaniner. Pejabat tersebut menentukan
tindakan iebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih
lanjut atau tidak. Dalam keadaan tersebut surat keterangan kematian (death
certificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical Examiner. Pihak rumah sakit
harus menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal dari tubuh
jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam
coroner diserahkan pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengan
demikian pihak POLRI yang akan menentukan apakah jenazah akan diautopsi
atau tidak. Dokter yang bertugas di UGD tidak boLeh menerbitkan surat
keterangan kematian dan menyerahkan permasalahannya path POLRI. Untuk
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai dengan Keputusan KepalaDinas Kesehatan
DKI Nomor 3349/1989 tentang berlakunya Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan dan
Pelaporan kematian di Puskesmas, Rumah Sakit, RSB/RB di wilayah DKI Jakarta
yang telah disempurnakan tanggal 9 Agustus 1989 telah ditetapkan bahwa
semua peristiwa kematian rudapaksa dan yang dicurigai rudapaksa dianjurkan
kepada keluarga untuk dilaporkan kepada pihak kepolisian dan selanjutnya
jenazah harus dikirim ke RS Cipto Mangunkusumo untuk dilakukan visum
etrepertum. Kasus yang tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah:


meninggal pada saat dibawa ke UGD

meninggal akibat berbagai kekerasan

meninggal akibat keracunan

meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan Kematian yang
boleh dibuatkan surat keterangan
Kematiannya adalah yang cara kematiannya alamiah karena. penyakit dan
tidak ada tanda-tanda kekerasan.

J. Pembiayaan dalam Pelayanan Gawat Darurat
Dalam pelayanan kesehatan prestasi yang diberikan tenaga kesehatan
sewajarnya diberikan kontra-prestasi, paling tidak segala biaya yang diperlukan
untuk menolong seseorang. Hal itu diatur dalam hukum perdata. Kondisi tersebut
umumnya berlaku pada fase pelayanan gawat darurat di rumah sakit.
Pembiayaan pada fase ini diatasi pasien tetapi dapat juga diatasi perusahaan
asuransi kerugian, baik pemerintah maupun swasta. Di sini nampak bahwa jasa
pelayanan kesehatan tersebut merupakan private goods sehingga masyarakat
(pihak swasta) dapat diharapkan ikut membiayainya.


Realisasi pembiayaan melalui pengaturan secara hukum yang mewajibkan
anggaran untuk pelayanan yang bersifat public goods tersebut. Bentuk &
peraturan perundang-undangan tersebut dapat berupa peraturan pemerintah
yang merupakanjabaran dari UU No.23/ 1992 dan atau peraturan daerah tingkat I
(Perda Tk.I).

PELAYANAN PRIMA UNTUK KEPUASAN PASIEN RS

A. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah bagian yang amat penting dari suatu sistem
kesehatan. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang bersifat padat karya,
padat modal, padat tekhnologi dan padat ketrampilan.7

Menurut Griffith, definisi struktural rumah sakit adalah suatu fasilitas
yang memberikan perawatan rawat inap dan pelayanan untuk observasi,
diagnosis dan pengobatan aktif untuk individu dengan keadaan medis, bedah,
kebidanan, penyakit kronis dan rehabilitasi yang memerlukan pengarahan dan
pengawasan seorang dokter setiap hari dan definisi fungsional rumah sakit
komunitas adalah suatu institusi dengan tujuan untuk menyelenggarakan
perawatan kesehatan pribadi dengan memanfaatkan sumber yang dimiliki
secara efektif untuk kepentingan masyarakat. 8

Menurut WHO, rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian
integral dari organisasi kesehatan dan organisasi sosial, berfungsi
menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap, baik kuratif maupun
preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap melalui kegiatan pelayanan
medis serta perawatan. Institusi pelayanan ini juga merupakan pusat latihan
personil kesehatan dan riset kesehatan. 9

Menurut Departemen Kesehatan RI, rumah sakit umum adalah rumah
sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik
dan sub spesialistik. Rumah sakit mempunyai misi memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesehatan masyarakat. Rumah sakit mempunyai tugas

11



melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk menyelenggarakan
upaya tersebut rumah sakit umum mempunyai fungsi menyelenggarakan:
pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, pelayanan asuhan
keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan, administrasi dan keuangan.10

B. Rawat Inap
Menurut Snook, rawat inap merupakan komponen dari pelayanan
rumah sakit. Kapasitas itu diukur dengan jumlah tempat tidur. Dalam dekade
terakhir telah terjadi perubahan yang berarti, pemanfaatan tempat tidur untuk
penyakit dalam dan bedah menurun, sedangkan tempat tidur untuk perawatan
intensif semakin meningkat, tetapi rumah sakit tetap menggunakan jumlah
tempat tidur sebagai ukuran bagi tingkat hunian, pelayanan dan keuangan,
meskipun hanya 10 % dari seluruhnya yang membutuhkan pelayanan
memerlukan rawat inap.11

Suatu institusi dikategorikan sebagai rumah sakit apabila paling sedikit
memiliki 6 tempat tidur untuk merawat orang sakit dengan lama perawatan di
rumah sakit di atas 24 jam setiap kali admisi.8

Jadi rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap untuk
keperluan observasi, diagnosis dan terapi bagi individu dengan keadaan
medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi dan memerlukan
pengawasan dokter setiap hari.8


Rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang
menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi,
rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya.10

C. Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang
menyelenggarakannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang
telah ditetapkan dengan menyesuaikan potensi sumber daya yang tersedia
secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman, dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan sosio budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat
konsumen.12

Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pasien walaupun
merupakan nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh
pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan
pengaruh lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi
jasa pelayanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu
teknis medis dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan
pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan
bersama pasien tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan
interpersonal ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati, kejujuran,
ketulusan hati, kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy
pasien.13

Ware dan Snyder telah melakukan desain tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan sebagai berikut:14


-
perilaku tenaga medis dalam melakukan pelayanan kesehatan
-
fungsi terapi yang terdiri dari:

konsultasi / pemberian keterangan tentang penyakit yang
diderita

pencegahan

tenggang rasa

perawatan lebih lanjut

kebijakan manajemen
-
fungsi perawatan yang terdiri dari:

nyaman dan menyenangkan

adanya perhatian yang baik

bersikap sopan

tanggap terhadap keluhan pasien

kebijakan manajemen
-
sarana dan prasarana yang terdiri dari:

adanya tempat perawatan

mempunyai tenaga dokter spesialis

mempunyai tenaga dokter

fasilitas perkantoran yang lengkap
Sedangkan menurut Leboeuf, beberapa faktor yang mempengaruhi
mutu pelayanan kesehatan ialah: (a) kompetensi/kemampuan yang terkait
dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan pemberi pelayanan; (b)
akses atau keterjangkauan pelayanan; (c) efektivitas; (d) hubungan antar
manusia, merupakan interaksi pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien
atau antar sesama tenaga kesehatan/hubungan atasan-bawahan yang
menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas memberi perhatian; (e) efisiensi; (f)


kesinambungan pelayanan kesehatan; (g) keamanan; (h) kenyamanan dan
kenikmatan; (i) informasi; (j) ketepatan waktu; (k) keandalan yang mencakup
dua hal pokok yaitu: konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya; (l)
daya tanggap, yaitu suatu sikap tanggap para karyawan melayani saat
dibutuhkan pasien; (m) kemampuan, yaitu memiliki ketrampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu; (n)
mudah dihubungi dan ditemui; (o) komunikasi, yaitu memberikan informasi
kepada pelanggan dengan bahasa yang dapat mereka pahami serta selalu
mendengarkan keluhan pelanggan, yang terangkum dalam lima dimensi mutu
pokok yang dapat digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan tentang
mutu pelayanan kesehatan yang meliputi: 15

1. Reliability (Kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang sesuai dengan janji yang ditawarkan
2.
Responsiveness (Daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan
dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan
tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,
kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan
keluhan pelanggan / pasien.
3.
Assurance (Keyakinan / Jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas:
pengetahuan terhadap produk/jasa secara tepat, kualitas
keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan
pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan di
dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang
ditawarkan, dan kemampuan di dalam menanamkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan.
Dimensi jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:

a. Kompetensi, artinya ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh
para karyawan untuk melakukan pelayanan
b. Kesopanan, yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap
para karyawan
c. Kredibilitas, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan
sebagainya

4.
Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi
perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan
pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan
kebutuhan pelanggannya.
Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi:
a.
Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
b.
Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi
untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh
masukan dari pelanggan
c.
Pemahaman kepada pelanggan, meliputi usaha perusahaan
untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan
pelanggan
5. Tangibles (Berwujud), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan
ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan
kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan
karyawan.
Asuhan keperawatan sendiri merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga keperawatan. Asuhan
keperawatan merupakan bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan


fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan untuk
melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.

Menjadi harapan dari setiap pasien sebagai konsumen dari layanan
jasa rumah sakit bahwa perawat akan dapat memberikan bantuan dan
pertolongan kepada mereka. Pasien atau klien cenderung menilai bahwa
asuhan keperawatan itu bermutu atau tidak lebih banyak didasarkan atas
pengalaman atau persepsi subyektif, system nilai yang berlaku, latar belakang
sosial, pendidikan dan banyak faktor lagi yang terkait pada masyarakat atau
individu yang terkait dengan jasa pelayanan itu sendiri.16

D. Pelayanan keperawatan di Rumah Sakit
Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan
penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan
di rumah sakit. John Griffith menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di
rumah sakit dapat dibagi menjadi keperawatan klinik dan manajemen
keperawatan. Kegiatan keperawatan klinik antara lain terdiri dari:

1.
Pelayanan keperawatan personal, yang antara lain berupa pelayanan
keperawatan umum dan atau spesifik untuk sistem tubuh tertentu,
pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien, pemberian obat,
dan lain-lain.
2.
Berkomunikasi dengan dokter dan petugas penunjang medik, mengingat
perawat selalu berkomunikasi dengan pasien setiap waktu sehingga
merupakan petugas yang seyogyanya paling tahu tentang keadaan
pasien.
3.
Menjalin hubungan dengan keluarga pasien. Komunikasi yang baik
dengan keluarga atau kerabat pasien akan membantu proses
penyembuhan pasien itu sendiri.

4.
Menjaga lingkungan bangsal tempat perawatan. Perawat bertanggung
jawab terhadap lingkungan bangsal perawatan pasien, baik lingkungan
fisik, mikrobiologik, keamanan, dan lain-lain.
5.
Melakukan penyuluhan kesehatan dan upaya pencegahan penyakit.
Program ini diberikan pada pasien dengan materi spesifik sesuai dengan
penyakit yang di deritanya.
Dalam hal manajemen keperawatan di rumah sakit, tugas yang harus
dilakukan adalah:

1.
Penanganan administratif, antara lain dapat berupa pengurusan
masuknya pasien ke rumah sakit, pengawasan pengisian dokumen
catatan medik dengan baik, membuat penjadwalan proses
pemeriksaan atau pengobatan pasien, dan lain-lain.
2.
Membuat penggolongan pasien sesuai berat ringannya penyakit, dan
kemudian mengatur kerja perawatan secara optimal pada setiap
pasien sesuai kebutuhannya masing-masing.
3.
Memonitor mutu pelayanan pada pasien, baik pelayanan keperawatan
secara khusus maupun pelayanan lain secara umumnya.
4.
Manajemen ketenagaan dan logistik keperawatan, kegiatan ini meliputi
staffing, schedulling, assignment dan budgeting.16
Pelayanan keperawatan profesional diberikan dalam bentuk asuhan
keperawatan. Menurut konsorsium kelompok kerja keperawatan, asuhan
keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan
yang berpedoman pada standar asuhan keperawatan berdasar pada etik dan
etiket keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab
keperawatan.17


E. Kualitas Asuhan Keperawatan Rawat Inap
Asuhan keperawatan menggunakan metode proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis
dalam usaha memperbaiki atau memelihara pasien sampai taraf optimum
melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu
memenuhi kebutuhan khusus pasien. Sementara itu, Yura dan Walsh
menyatakan bahwa proses keperawatan adalah suatu tahapan desain
tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi:
mempertahankan keadaan kesehatan pasien yang optimal, apabila kondisinya
berubah kualitas tindakan keperawatan ditujukan untuk mengembalikan ke
keadaan normal. 17

Kualitas pelayanan asuhan keperawatan sebenarnya merujuk kepada
penampilan (Performance) dari pelayanan asuhan keperawatan. Secara
umum disebutkan bahwa makin sempurna penampilan pelayanan, makin
sempurna pula mutu/kualitasnya. 18

Schroder menyatakan bahwa saat mendefinisikan kualitas asuhan
keperawatan, perlu dipertimbangkan nilai-nilai dasar dan keyakinan para
perawat, serta cara mereka mengorganisasi asuhan keperawatan tersebut.
Intinya, latar belakang pemberian tugas dalam mutu asuhan yang berorientasi
teknik, mungkin akan didefinisikan cukup berbeda dengan keperawatan yang
berlatar belakang pemberian keperawatan primer.19

 Menurut Gilles, ciri-ciri asuhan keperawatan yang berkualitas antara
lain:20

1.
memenuhi standar profesi yang ditetapkan
2.
sumber daya untuk pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan
secara wajar, efisien dan efektif

3.
aman bagi pasien dan tenaga keperawatan sebagai pemberi jasa
pelayanan
4.
memuaskan bagi pasien dan tenaga keperawatan
5.
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etika, dan tata
nilai masyarakat
Standar Praktek Keperawatan di Indonesia disusun oleh Depkes RI
yang terdiri dari beberapa standar. Menurut JCHO: Joint Commission on
Accreditationof Health care Organisation (1999) terdapat 8 standar tentang
asuhan keperawatan yang meliputi:21

1.
Menghargai hak-hak pasien
2.
Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit
3. Observasi keadaan pasien
4.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi
5.
Asuhan pada tindakan non operatif dan administrative
6.
Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasive
7.
Pendidikan kepada pasien dan keluarga
8.
Pemberian asuhan kepada pasien secara terus menerus dan
berkesinambungan
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan
keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 KDM
dari Henderson):

1. Oksigen
2. Cairan dan elektrolit
3. Eliminasi
4. Keamanan
5.
Kebersihan dan kenyamanan fisik
6.
Istirahat dan tidur

7. Gerak dan jasmani
8. Spiritual
9. Emosional
10. Komunikasi
11. Mencegah dan mengatasi resiko psikologis
12. Pengobatan dan membantu proses penyembuhan
13. Penyuluhan
14. Rehabilitasi
F. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
Menurut Marquis dan Huston dalam Nursalam pemberian asuhan
keperawatan terdapat empat model yaitu:

1. Model fungsional
a.
Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan
b.
Perawat melaksanakan tugas / tindakan tertentu berdasar jadwal
kegiatan yang ada
c.
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia
kedua
d.
Kelebihan model fungsional
1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas dan pengawasan yang baik.
2) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial,

sedangkan perawatan pasien diserahkan kepada perawat yunior
dan atau belum berpengalaman.

e.
Kelemahan model fungsional

1) Tidak memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat
2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan
3) Persepsi pasien cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan ketrampilan saja
Bagan 1: Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional
(Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam 2002: 144)

Kepala Ruang
Perawat
Pengobatan
Perawat
Merawat Luka
Perawat
Pengobatan
Perawat
Merawat Luka
Pasien / Klien
2. Model Kasus
a. Berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan
b. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan pasien tertentu
c. Rasio 1:1 perawat – pasien
d. Pasien dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak
ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh perawat yang sama
pada hari berikutnya. Umumnya dilakukan untuk perawat privat atau
untuk perawatan khusus seperti: isolasi, intensif care.
e. Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien
f. Kelebihan manajemen kasus
1) Perawat lebih memahami kasus per kasus
2) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi mudah


 g.
Kelemahan manajemen kasus
1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama
Bagan 2: Sistem Asuhan Keperawatan Care Method Nursing
(Marquis & Huston: 136 dalam Nursalam, 2002: 150)

Kepala Ruang
Staf Perawat Staf Perawat
Pasien/Klien Pasien/Klien Pasien/Klien
Staf Perawat
3. Model Tim
a.
Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan
b.
Enam – tujuh perawat profesional dan perawat associate bekerja
sebagai suatu tim yang disupervisi oleh ketua tim
c.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbedabeda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok
pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri dari
tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu grup kecil yang
saling bekerja sama.
d.
Kelebihan model keperawatan tim
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3) Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim


e.
Kelemahan model keperawatan tim
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk
melaksanakan pada waktu-waktu sibuk
f.
Konsep metode tim
1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan
2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
4) Peran kepala ruangan penting dalam model tim. Model tim akan

berhasil baik bila didukung oleh kepala ruangan

g. Tanggung jawab anggota tim
1) Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung
jawabnya
2) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim
3) Memberikan laporan


h. Tanggung jawab ketua tim
1) Membuat perencanaan
2) Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi
3) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien
4) Mengembangkan kemampuan anggota
5) Menyelenggarakan konferensi


i. Tanggung jawab kepala ruang
1) Perencanaan

a) Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing


masing
b) Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya
c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi,

dan persiapan pulang bersama ketua tim

d) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktifitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur
penugasan/penjadwalan

e)
Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan

f)
Mengikuti visit dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan
mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien

g) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan


Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan

Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai
asuhan keperawatan

Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah

Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang
baru masuk rumah sakit
h) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
i) Membantu membimbing peserta didik keperawatan
j) Mewujudkan visi dan misi keperawatan dan rumah sakit

2)
Pengorganisasian
a) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b) Merumuskan metode penugasan


c) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim
d) Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi dua
ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat
e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan membuat

proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari
f) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
g) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
h) Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di

tempat kepada tim
i) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus

administrasi pasien
j) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
k) Identifikasi masalah dan cara penanganan


3) Pengarahan
a) Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
b) Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan

tugas dengan baik
c) Memberikan motivasi dalam memberikan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap
d) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan

berhubungan dengan asuhan keperawatan klien
e) Melibatkan bawahan dari awal hingga akhir kegiatan
f) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain


4)
Pengawasan

a)
Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien


b) Melalui supervisi


Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri
atau melalui laporan langsung lisan

Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir
ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan
serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses
keperawatan dilaksanakan, mendengarkan laporan ketua
tim tentang pelaksanaan tugas

Evaluasi yaitu mengevaluasi upaya pelaksanaan dan
membandingkan dengan rencana keperawatan yang sudah
disusun bersama ketua tim

Audit keperawatan
Bagan 3: Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan ”Team
Nursing” ( Marquis & Huston dalam Nursalam 2002 )

Kepala Ruang

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim
Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat
Pasien/Klien Pasien/Klien Pasien/Klien
4. Model Primer
a. Berdasarkan pada tindakan komprehensif dari filosofi keperawatan
b. Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan
c. Ratio 1:4 / 1:5 (perawat:pasien) dan penugasan metode kasus

d. Kelebihan model keperawatan primer
1) Bersifat kontinuitas dan komprehensif
2) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil
dan diri

3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan rumah
sakit. Keuntungan yang diperoleh adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu.
Selain itu asuhan yang diberikan berkualitas dan tercapai pelayanan
yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan
advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer
karena selalu mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang
selalu diperbaharui dan komprehensif.

e. Kelemahan model keperawatan primer
Hanya dapat dilakukan oleh perawat berpengalaman dan
berpengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction ,
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan
klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.
f.
Konsep dasar model keperawatan primer
1) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
2) Ada otonomi
3) Ketertiban pasien dan keluarga
g. Tugas perawat primer
1) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien
2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama dinas
4) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain


5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai

6) Menerima dan menyesuaikan rencana

7) Menyiapkan penyuluhan untuk pulang

8) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga

sosial di masyarakat

9) Membuat jadwal perjanjian klinik

10)Mengadakan kunjungan rumah

h. Peran Kepala Ruang/Bangsal dalam Metode Primer
1) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
2) Orientasi dan merencanakan karyawan baru
3) Menyusun jadwal dinas dan memberikan penugasan pada perawat
asisten
4) Evaluasi kerja
5) Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf
6) Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan

yang terjadi

i.
Ketenagaan Model Keperawatan Primer
1) Setiap perawat primer adalah perawat bed side
2) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat
3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
4) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non
profesional sebagai perawat asisten

j. Keuntungan utama
Memuaskan pasien dan perawat
Hubungan perawat primer dan tenaga kesehatan lain dapat dilihat pada
bagan berikut.


Bagan 4: Primary Nursing Wise ( 1995 )

Pasien
Asuhan
( 24 jam )
Perawat Primer Konsultasi
Supervisor
Kolaborasi dokter/tenaga
kesehatan lain
Perawat Asosiet
( PA )
Perawat Asosiet
( PA )
Perawat Asosiet
( PA )
G. Persepsi Pasien / Klien
Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi penglihatan,
penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu. Persepsi dinyatakan
sebagai proses menafsir sensasi-sensasi dan memberikan arti kepada stimuli.
Persepsi merupakan penafsiran realitas dan masing-masing orang
memandang realitas dari sudut perspektif yang berbeda.22

Persepsi dapat dipandang sebagai proses seseorang menyeleksi,
mengorganisasikan dan menafsirkan informasi untuk suatu gambaran yang
memberi arti.23

Dari beberapa pendapat mengenai persepsi dapat disimpulkan bahwa
persepsi adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam
memahami informasi tentang lingkungannya, melalui indera dan tiap-tiap
individu dapat memberikan arti yang berbeda.24

Beberapa orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda dalam
melihat suatu obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh: 1) tingkat
pengetahuan dan pendidikan seseorang, 2) faktor pada pemersepsi / pihak


pelaku persepsi, 3) faktor obyek atau target yang dipersepsikan dan 4) faktor
situasi dimana persepsi itu dilakukan.25 Sementara itu faktor pihak pelaku
persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti sikap, motivasi,
kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Variabel lain yang
ikut menentukan persepsi adalah umur, tingkat pendidikan, latar belakang
sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan
pengalaman hidup individu.26

Bagan 5: Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi 25,26

Faktor pemersepsi:

a. Sikap, motivasi
b. Kepentingan
c. Pengalaman
d. Pengharapan
Faktor situasi:

a. Waktu
b. Keadaan / situasi
c. Keadaan sosial
Persepsi
Faktor Target:

a. Hal baru
b. Gerakan
c. Bunyi
d. Ukuran
e. Latar belakang
f. Kedekatan
Persepsi setiap orang terhadap suatu obyek dapat berbeda-beda, oleh
karena itu persepsi mempunyai sifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi
memorinya. Semua apa yang telah memasuki indra dan mendapat


perhatiannya akan disimpan dalam memorinya dan akan digunakan sebagai
referensi untuk menanggapi stimuli baru. Dengan demikian proses persepsi
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya yang tersimpan dalam memori.27

H. Kepuasan Pasien Sebagai Pelanggan Rumah Sakit
Pelanggan adalah orang yang membeli dan menggunakan produk
suatu perusahaan. Pelanggan tersebut merupakan orang yang berinteraksi
dengan perusahaan setelah proses menghasilkan produk. Pelanggan adalah
seorang atau sekelompok orang yang menggunakan atau menikmati produk
berupa barang atau jasa dari suatu organisasi atau anggota organisasi
tertentu, yang dikelompokkan menjadi pelanggan internal yaitu mitra kerja
dalam organisasi yang membutuhkan produk barang atau jasa seseorang
atau sekelompok orang dalam organisasi itu dan pelanggan eksternal yaitu
semua orang atau sekelompok orang di luar organisasi yang membutuhkan
produk barang atau jasa suatu organisasi.28

Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah
membandingkan dengan harapannya. Seorang pelanggan jika merasa puas
dengan nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan sangat besar
kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam waktu yang lama.8

Kepuasan pelanggan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
kepuasan fungsional dan kepuasan psikologis. Kepuasan fungsional
merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang
dimanfaatkan, sedangkan kepuasan psikologis merupakan kepuasan yang
diperoleh dari atribut yang bersifat tidak terwujud dari produk.10

Kepuasan pasien akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa
pelayanan kesehatan dari rumah sakit kepada konsumen sesuai dengan apa
yang dipersepsikan pasien. Oleh karena itu, berbagai faktor seperti


subyektifitas yang dipersepsikan pasien dan pemberi jasa pelayanan
kesehatan, maka jasa sering disampaikan dengan cara yang berbeda dengan
yang dipersepsikan konsumen.11

Kepuasan pasien dalam mengkonsumsi jasa pelayanan kesehatan
cenderung bersifat subyektif, setiap orang bergantung pada latar belakang
yang dimilikinya, dapat menghasilkan tingkat kepuasan yang berbeda untuk
satu pelayanan kesehatan yang sama. Untuk menghindari adanya
subyektifitas individual yang dapat mempersulit pelaksanaan pelayanan
kesehatan perlu adanya pembatasan derajat kepuasan pasien, antara lain:

1.
Pembatasan derajat kepuasan pasien, diakui bahwa kepuasan pasien
bersifat individual, tetapi ukuran yang digunakan adalah yang bersifat
umum sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pasien
2.
Pembatasan pada upaya yang dilakukan dalam menimbulkan rasa
puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi pemakai jasa
pelayanan kesehatan yang pada umumnya awam terhadap tindakan
pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan harus sesuai
dengan kode etik dan standar pelayanan profesi.29
Lama hari rawat pada rawat inap terdahulu berpengaruh terhadap
kepuasan pasien. Sistem yang pernah dialami pasien pada rawat inap
sebelumnya akan mengurangi rasa kecemasan. Jadi semakin tinggi derajat
kesinambungan pelayanan semakin tinggi pula kepuasan pasien.

Menurut Jacobalis, kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa
manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan yang
harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya
loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut
yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen yang puas akan kembali


memanfaatkan jasa yang sama, sebaliknya konsumen yang tidak puas akan
memberitahukan orang lain tentang pengalaman tersebut.

Berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan yang sering
ditemukan berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit,
keterlambatan pelayanan oleh dokter dan perawat, dokter tertentu sulit
ditemui, dokter kurang komunikatif dan informatif, perawat yang kurang ramah
dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, lamanya proses masuk perawatan,
serta kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit.30

Nelson sendiri menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh dalam
kepuasan pasien adalah sebagai berikut: 29

1.
Kepuasan terhadap hasil yang lalu
2. Kesinambungan pelayanan
3. Harapan pasien
4. Komunikasi pasien-dokter
Terpenuhinya kebutuhan pasien akan memberikan gambaran
kepuasan pasien. Oleh karena itu tingkat kepuasan pasien sangat tergantung
pada pandangan pasien terhadap mutu pelayanan rumah sakit. Kebutuhan
pasien sendiri meliputi harga, keamanan, ketepatan dan kecepatan
pelayanan. Hal ini didukung oleh hasil survey yang dilakukan oleh Junadi,
bahwa pelanggan menilai pelayanan rumah sakit terdiri dari 4 aspek, yaitu:12

1.
Kenyamanan meliputi kebersihan, kenyamanan ruangan, kesesuaian
makanan dengan pola diet dan lokasi rumah sakit
2.
Kompetensi interpersonal petugas yang meliputi keramahan,
informatif, komunikatif, responsive dan suportif
3.
Kompetensi petugas meliputi pengetahuan dan ketrampilan petugas
dalam menjalankan tugasnya
4. Biaya

Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa
puas terhadap pelayanan kesehatan yang diterima, dimana mutu yang baik
dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan
atau kesegaran, kecepatan pelayanan, lingkungan perawatan yang
menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan prosedur, kelengkapan alat,
obat-obatan dan biaya yang terjangkau.

Setelah mendapatkan pelayanan, pelanggan akan memberikan reaksi
terhadap hasil pelayanan yang diberikan, apabila pelayanan yang diberikan
sesuai dengan harapan / keinginan pelanggan maka akan menimbulkan
kepuasan pelanggan, namun sebaliknya apabila pelayanan yang diberikan
tidak sesuai dengan harapan / keinginan pelanggan maka akan menimbulkan
ketidakpuasan pelanggan atau keluhan pelanggan.31

I. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Mengukur kepuasan pelanggan sangat bermanfaat bagi perusahaan
dalam rangka mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan
pesaing dan pengguna akhir, serta menemukan bagian mana yang
membutuhkan peningkatan. Umpan ballik dari pelanggan secara langsung
atau dari kepuasan pelanggan merupakan alat untuk mengukur kepuasan
pelanggan.

Pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:

1.
Pengukuran dapat dilakukan secara langsung melalui pertanyaan
kepada pelanggan dengan ungkapan sangat tidak puas, kurang puas,
cukup puas, puas dan sangat puas.
2.
Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka
mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka
rasakan.

3.
Responden diminta menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi
yang berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan diminta untuk
menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka rasakan.
4.
Responden diminta merangking elemen atau atribut penawaran
berdasarkan derajat kepentingan setiap elemen dan seberapa baik
kinerja perusahaan pada masing-masing elemen.31
J. Landasan Teori
Kegiatan keperawatan di rumah sakit terdiri dari manajemen
keperawatan dan keperawatan klinik, sedangkan asuhan keperawatan sendiri
merupakan bagian dari keperawatan klinik di rumah sakit. Mutu pelayanan
asuhan keperawatan sangat dipengaruhi oleh kehandalan, daya tanggap,
jaminan terhadap pelayanan keperawatan, dan empati perawat dalam
menghadapi pasien serta wujud nyata dari tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien.

Kepuasan pasien/klien akan mutu pelayanan asuhan keperawatan
tergantung pada persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan asuhan
keperawatan, dimana persepsi pelanggan dipengaruhi oleh (1) faktor
pemersepsi yang terdiri dari tingkat pengetahuan, pendidikan, umur, sosial
ekonomi (pendapatan dan pekerjaan), sikap, motivasi, kepentingan,
pengalaman, pengharapan ; (2) faktor situasi yang terdiri dari waktu,
keadaan/situasi, keadaan sosial dan (3) faktor target yang terdiri dari hal baru,
gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan.

Apabila persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan asuhan
keperawatan sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan maka
pelanggan akan puas, namun apabila persepsi pelanggan tidak sesuai
dengan harapan pelanggan maka akan menimbulkan ketidakpuasan
pelanggan terhadap perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.


K. Kerangka Teori
KEGIATAN KEPERAWATAN DI RS
Manajemen keperawatan:

a.
Penanganan administratif
b.
Membuat penggolongan
pasien
c.
Memonitor mutu pelayanan
d.
Manajemen ketenagaan dan
logistik keperawatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi pasien/klien:

1. Faktor pemersepsi
a.
Tingkat pengetahuan
b.
Pendidikan
c.
Umur
d.
Sosial Ekonomi
e.
Sikap, motif
f .
Kepentingan
g.
Pengalaman
h.
Pengharapan
2. Faktor Situasi
a.
Waktu
b.
Keadaan/Situasi
c.
Keadaan Sosial
3. Faktor Target
a.
Hal baru
b.
Gerakan
c.
Bunyi
d.
Ukuran
e.
Latar Belakang
f.
Kedekatan
Keperawatan Klinik:

a.
Pelayanan keperawatan personal
b.
Komunikasi dengan dokter
c.
Komunikasi dengan pasien dan
keluarga
d.
Menjaga lingkungan tempat
perawatan
e.
Penyuluhan kesehatan
Persepsi pasien/klien terhadap mutu
pelayanan asuhan keperawatan klinik:

1. Kehandalan perawat
2.Daya tanggap perawat
3.Jaminan dari perawat
4. Empati perawat
5.Bukti langsung/wujud tindakan
keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN
KLINIK
PERSEPSI KEPUASAN
KLIEN RAWAT INAP
Sumber: Gabungan dari beberapa sumber: Robbins (2000), Nursalam (2002),
Philip Kottler (1994), Hardjana (2003), Irawan (2002)