Sabtu, 19 Januari 2013

SISTEM MANAJEMEN UNIT GAWATDARURAT



A.Definisi Unit Gawat Darurat

Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan di
Rumah Sakit, baik buruknya pelayanan bagian ini akan memberi kesan secara
menyeluruh terhadap pelayanan rumah sakit. Pelayanan gawat darurat
mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidup
seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis khususnya hukum kesehatan
terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa. Menurut
segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena dispensasi di
bidang ini sulit dilakukan. Untuk menuju pelayanan yang memuaskan dibutuhkan
sarana dan prasarana yang memadai, meliputi ruangan, alat kesehatan utama,
alat diagnostik dan alat penunjang diagnostik serta alat kesehatan untuk suatu
tindakan medik. Disamping itu juga tidak kalah pentingnya sumber daya manusia
yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitas. Petugas yang
mempunyai pengetahuan yang tinggi, keterampilan yang andal dan tingkah laku
yang baik.

Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya
penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara
keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat
rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini.
Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian
penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang
UGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun
bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain.

Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang
sebagai satu system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem
mengandung pengertian adanya komponen-komponen yang saling berhubungan
dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak yang
diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur dengan
melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan.

B. Karakteristik Pelayanan Gawat Darurat
Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat
berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik
khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan
pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang
berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. Beberapa Isu Seputar Pelayanan


Gawat Darurat yaitu, pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa
masalah utama yaitu :

· Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat
· Perubahan klinis yang mendadak
· Mobilitas petugas yang tinggi
Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat
memiliki risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter
yang bertugas di gawat darurat menempati urutan kedua setelah dokter ahli
onkologi dalam menghadapi kematian. Situasi emosional dari pihak pasien
karena tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan
mudah menyulut konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan
kesehatan.

C. Hubungan Dokter Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat
Hubungan dokter pasien dalam keadaan gawat darurat sering merupakan
hubungan yang spesifik. Dalam keadaan biasa (bukan keadan gawat darurat)
maka hubungan dokter pasien didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak,
yaitu pasien dengan bebas dapat menentukan dokter yang akan dimintai
bantuannya (didapati azas voluntarisme). Demikian pula dalam kunjungan
berikutnya, kewajiban yang timbul pada dokter berdasarkan pada hubungan
yang telah terjadi sebelumnya (pre-existing relationship). Dalam keadaan darurat
hal di atas dapat tidak ada dan azas voluntarisme dan keduabelah pihak juga
tidak terpenuhi. Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus berlaku dalam
pelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas azas voluntarisme.

Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat,
maka ia harus melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang
melanjutkan pertolongan itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi.
Dalam hal pertolongan tidak dilakukan dengan tuntas maka pihak penolong
dapat digugat karena dianggap mencampuri/ menghalangi kesempatan korban
untuk memperoleh pertolongan lain (loss of chance).

D.Pengaturan Staf dalam Instalasi Gawat Darurat

Ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah memadai adalah syarat yang
harus dipenuhi oleh UGD. Selain dokter jaga yang siap di UGD, rumah sakit juga
harus menyiapkan spesialis lain (bedah, penyakit dalam, anak, dll) untuk
memberikan dukungan tindakan medis spesialistis bagi pasien yang
memerlukannya. Dokter spesialis yang bertugas harus siap dan bersedia
menerima rujukan dan UGD. Jika dokter spesialis gagal memenuhi kewajibannya


maka tanggung jawab terletak pada dokter itu dan juga rumah sakit karena tidak
mampu mendisiplinkan dokternya.

E. Peraturan
Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan Pelayanan
Gawat Darurat
Pengaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat
darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri
Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.

Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat Ketentuan tentang
pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5l
UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib
melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya,
walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah
pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan
pelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh
derajat kesehatan yang optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa
Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang
mampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).

Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin
rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk
meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan. Dalam
penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit
dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah
sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang
Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit
untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari

F. Masalah Lingkup Kewenangan Personil dalam Pelayanan Gawat
Darurat
Hal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang
berkaitan dengan lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat
darurat. Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU
No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki


pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi kesehatan
memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang
dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.

Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa
pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan
ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Ketentuan tersebut
dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan,
sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan
pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko.

Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan
medik diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan yang
merumuskan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau
melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau
kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkuta. Pengaturan di atas
menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada
dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai
tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam
hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang
bersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan
situasi (gawat darurat) saat itu.

G. Masalah Medikolegal pada Penanganan Pasien Gawat Darurat
Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi
hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan
gawat darurat
karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege
tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat
darurat. Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat
darurat adalah “An emergency is any condition that in the opinion of the patient,
his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the
hospital-remelakukanquires immediate medical attention. This condition
continues until a determination has been made by a health care professional that
the patient’s life or well-being is not threatened”.


Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat
darurat walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu
dibedakan antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya
adaiah: A true emergency is any condition clinically determelakukanmined
to require immediate medical care. Such conditions range from those requiring
extensive immediate care and admission to the hospital to those that are
diagnostic probmelakukanlems and may or may not require admission after
work-up and observation.

Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang
dihadapi pasien diselengganakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut
yang paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat
dikerjakan oleh perawat melalui standing order yang disusun rumah sakit.

H. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat
tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis
atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya
kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).
Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka
perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi.
Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan
tenaga kesehatan yang berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan
kondisi yang sama pula.

Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien
(informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992
tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat
di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar
dan tidak didampingi pasien, tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11
Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat
diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus
disimpan dalam berkas rekam medis.

I. Kematian pada Instalasi Gawat Darurat
Pada prinsipnya setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke UGD
(Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-
Saxon digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak
terduga (sudden unexpected death) apapun penyebabnya harus dilaporkan dan


ditangani oleh Coroner atau Medical Exaniner. Pejabat tersebut menentukan
tindakan iebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih
lanjut atau tidak. Dalam keadaan tersebut surat keterangan kematian (death
certificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical Examiner. Pihak rumah sakit
harus menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal dari tubuh
jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam
coroner diserahkan pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengan
demikian pihak POLRI yang akan menentukan apakah jenazah akan diautopsi
atau tidak. Dokter yang bertugas di UGD tidak boLeh menerbitkan surat
keterangan kematian dan menyerahkan permasalahannya path POLRI. Untuk
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai dengan Keputusan KepalaDinas Kesehatan
DKI Nomor 3349/1989 tentang berlakunya Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan dan
Pelaporan kematian di Puskesmas, Rumah Sakit, RSB/RB di wilayah DKI Jakarta
yang telah disempurnakan tanggal 9 Agustus 1989 telah ditetapkan bahwa
semua peristiwa kematian rudapaksa dan yang dicurigai rudapaksa dianjurkan
kepada keluarga untuk dilaporkan kepada pihak kepolisian dan selanjutnya
jenazah harus dikirim ke RS Cipto Mangunkusumo untuk dilakukan visum
etrepertum. Kasus yang tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah:


meninggal pada saat dibawa ke UGD

meninggal akibat berbagai kekerasan

meninggal akibat keracunan

meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan Kematian yang
boleh dibuatkan surat keterangan
Kematiannya adalah yang cara kematiannya alamiah karena. penyakit dan
tidak ada tanda-tanda kekerasan.

J. Pembiayaan dalam Pelayanan Gawat Darurat
Dalam pelayanan kesehatan prestasi yang diberikan tenaga kesehatan
sewajarnya diberikan kontra-prestasi, paling tidak segala biaya yang diperlukan
untuk menolong seseorang. Hal itu diatur dalam hukum perdata. Kondisi tersebut
umumnya berlaku pada fase pelayanan gawat darurat di rumah sakit.
Pembiayaan pada fase ini diatasi pasien tetapi dapat juga diatasi perusahaan
asuransi kerugian, baik pemerintah maupun swasta. Di sini nampak bahwa jasa
pelayanan kesehatan tersebut merupakan private goods sehingga masyarakat
(pihak swasta) dapat diharapkan ikut membiayainya.


Realisasi pembiayaan melalui pengaturan secara hukum yang mewajibkan
anggaran untuk pelayanan yang bersifat public goods tersebut. Bentuk &
peraturan perundang-undangan tersebut dapat berupa peraturan pemerintah
yang merupakanjabaran dari UU No.23/ 1992 dan atau peraturan daerah tingkat I
(Perda Tk.I).

PELAYANAN PRIMA UNTUK KEPUASAN PASIEN RS

A. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah bagian yang amat penting dari suatu sistem
kesehatan. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang bersifat padat karya,
padat modal, padat tekhnologi dan padat ketrampilan.7

Menurut Griffith, definisi struktural rumah sakit adalah suatu fasilitas
yang memberikan perawatan rawat inap dan pelayanan untuk observasi,
diagnosis dan pengobatan aktif untuk individu dengan keadaan medis, bedah,
kebidanan, penyakit kronis dan rehabilitasi yang memerlukan pengarahan dan
pengawasan seorang dokter setiap hari dan definisi fungsional rumah sakit
komunitas adalah suatu institusi dengan tujuan untuk menyelenggarakan
perawatan kesehatan pribadi dengan memanfaatkan sumber yang dimiliki
secara efektif untuk kepentingan masyarakat. 8

Menurut WHO, rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian
integral dari organisasi kesehatan dan organisasi sosial, berfungsi
menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap, baik kuratif maupun
preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap melalui kegiatan pelayanan
medis serta perawatan. Institusi pelayanan ini juga merupakan pusat latihan
personil kesehatan dan riset kesehatan. 9

Menurut Departemen Kesehatan RI, rumah sakit umum adalah rumah
sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik
dan sub spesialistik. Rumah sakit mempunyai misi memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesehatan masyarakat. Rumah sakit mempunyai tugas

11



melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk menyelenggarakan
upaya tersebut rumah sakit umum mempunyai fungsi menyelenggarakan:
pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, pelayanan asuhan
keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan, administrasi dan keuangan.10

B. Rawat Inap
Menurut Snook, rawat inap merupakan komponen dari pelayanan
rumah sakit. Kapasitas itu diukur dengan jumlah tempat tidur. Dalam dekade
terakhir telah terjadi perubahan yang berarti, pemanfaatan tempat tidur untuk
penyakit dalam dan bedah menurun, sedangkan tempat tidur untuk perawatan
intensif semakin meningkat, tetapi rumah sakit tetap menggunakan jumlah
tempat tidur sebagai ukuran bagi tingkat hunian, pelayanan dan keuangan,
meskipun hanya 10 % dari seluruhnya yang membutuhkan pelayanan
memerlukan rawat inap.11

Suatu institusi dikategorikan sebagai rumah sakit apabila paling sedikit
memiliki 6 tempat tidur untuk merawat orang sakit dengan lama perawatan di
rumah sakit di atas 24 jam setiap kali admisi.8

Jadi rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap untuk
keperluan observasi, diagnosis dan terapi bagi individu dengan keadaan
medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi dan memerlukan
pengawasan dokter setiap hari.8


Rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang
menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi,
rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya.10

C. Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang
menyelenggarakannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang
telah ditetapkan dengan menyesuaikan potensi sumber daya yang tersedia
secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman, dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan sosio budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat
konsumen.12

Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pasien walaupun
merupakan nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh
pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan
pengaruh lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi
jasa pelayanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu
teknis medis dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan
pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan
bersama pasien tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan
interpersonal ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati, kejujuran,
ketulusan hati, kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy
pasien.13

Ware dan Snyder telah melakukan desain tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan sebagai berikut:14


-
perilaku tenaga medis dalam melakukan pelayanan kesehatan
-
fungsi terapi yang terdiri dari:

konsultasi / pemberian keterangan tentang penyakit yang
diderita

pencegahan

tenggang rasa

perawatan lebih lanjut

kebijakan manajemen
-
fungsi perawatan yang terdiri dari:

nyaman dan menyenangkan

adanya perhatian yang baik

bersikap sopan

tanggap terhadap keluhan pasien

kebijakan manajemen
-
sarana dan prasarana yang terdiri dari:

adanya tempat perawatan

mempunyai tenaga dokter spesialis

mempunyai tenaga dokter

fasilitas perkantoran yang lengkap
Sedangkan menurut Leboeuf, beberapa faktor yang mempengaruhi
mutu pelayanan kesehatan ialah: (a) kompetensi/kemampuan yang terkait
dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan pemberi pelayanan; (b)
akses atau keterjangkauan pelayanan; (c) efektivitas; (d) hubungan antar
manusia, merupakan interaksi pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien
atau antar sesama tenaga kesehatan/hubungan atasan-bawahan yang
menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas memberi perhatian; (e) efisiensi; (f)


kesinambungan pelayanan kesehatan; (g) keamanan; (h) kenyamanan dan
kenikmatan; (i) informasi; (j) ketepatan waktu; (k) keandalan yang mencakup
dua hal pokok yaitu: konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya; (l)
daya tanggap, yaitu suatu sikap tanggap para karyawan melayani saat
dibutuhkan pasien; (m) kemampuan, yaitu memiliki ketrampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu; (n)
mudah dihubungi dan ditemui; (o) komunikasi, yaitu memberikan informasi
kepada pelanggan dengan bahasa yang dapat mereka pahami serta selalu
mendengarkan keluhan pelanggan, yang terangkum dalam lima dimensi mutu
pokok yang dapat digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan tentang
mutu pelayanan kesehatan yang meliputi: 15

1. Reliability (Kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang sesuai dengan janji yang ditawarkan
2.
Responsiveness (Daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan
dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan
tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,
kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan
keluhan pelanggan / pasien.
3.
Assurance (Keyakinan / Jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas:
pengetahuan terhadap produk/jasa secara tepat, kualitas
keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan
pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan di
dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang
ditawarkan, dan kemampuan di dalam menanamkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan.
Dimensi jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:

a. Kompetensi, artinya ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh
para karyawan untuk melakukan pelayanan
b. Kesopanan, yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap
para karyawan
c. Kredibilitas, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan
sebagainya

4.
Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi
perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan
pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan
kebutuhan pelanggannya.
Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi:
a.
Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
b.
Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi
untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh
masukan dari pelanggan
c.
Pemahaman kepada pelanggan, meliputi usaha perusahaan
untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan
pelanggan
5. Tangibles (Berwujud), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan
ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan
kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan
karyawan.
Asuhan keperawatan sendiri merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga keperawatan. Asuhan
keperawatan merupakan bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan


fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan untuk
melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.

Menjadi harapan dari setiap pasien sebagai konsumen dari layanan
jasa rumah sakit bahwa perawat akan dapat memberikan bantuan dan
pertolongan kepada mereka. Pasien atau klien cenderung menilai bahwa
asuhan keperawatan itu bermutu atau tidak lebih banyak didasarkan atas
pengalaman atau persepsi subyektif, system nilai yang berlaku, latar belakang
sosial, pendidikan dan banyak faktor lagi yang terkait pada masyarakat atau
individu yang terkait dengan jasa pelayanan itu sendiri.16

D. Pelayanan keperawatan di Rumah Sakit
Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan
penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan
di rumah sakit. John Griffith menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di
rumah sakit dapat dibagi menjadi keperawatan klinik dan manajemen
keperawatan. Kegiatan keperawatan klinik antara lain terdiri dari:

1.
Pelayanan keperawatan personal, yang antara lain berupa pelayanan
keperawatan umum dan atau spesifik untuk sistem tubuh tertentu,
pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien, pemberian obat,
dan lain-lain.
2.
Berkomunikasi dengan dokter dan petugas penunjang medik, mengingat
perawat selalu berkomunikasi dengan pasien setiap waktu sehingga
merupakan petugas yang seyogyanya paling tahu tentang keadaan
pasien.
3.
Menjalin hubungan dengan keluarga pasien. Komunikasi yang baik
dengan keluarga atau kerabat pasien akan membantu proses
penyembuhan pasien itu sendiri.

4.
Menjaga lingkungan bangsal tempat perawatan. Perawat bertanggung
jawab terhadap lingkungan bangsal perawatan pasien, baik lingkungan
fisik, mikrobiologik, keamanan, dan lain-lain.
5.
Melakukan penyuluhan kesehatan dan upaya pencegahan penyakit.
Program ini diberikan pada pasien dengan materi spesifik sesuai dengan
penyakit yang di deritanya.
Dalam hal manajemen keperawatan di rumah sakit, tugas yang harus
dilakukan adalah:

1.
Penanganan administratif, antara lain dapat berupa pengurusan
masuknya pasien ke rumah sakit, pengawasan pengisian dokumen
catatan medik dengan baik, membuat penjadwalan proses
pemeriksaan atau pengobatan pasien, dan lain-lain.
2.
Membuat penggolongan pasien sesuai berat ringannya penyakit, dan
kemudian mengatur kerja perawatan secara optimal pada setiap
pasien sesuai kebutuhannya masing-masing.
3.
Memonitor mutu pelayanan pada pasien, baik pelayanan keperawatan
secara khusus maupun pelayanan lain secara umumnya.
4.
Manajemen ketenagaan dan logistik keperawatan, kegiatan ini meliputi
staffing, schedulling, assignment dan budgeting.16
Pelayanan keperawatan profesional diberikan dalam bentuk asuhan
keperawatan. Menurut konsorsium kelompok kerja keperawatan, asuhan
keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan
yang berpedoman pada standar asuhan keperawatan berdasar pada etik dan
etiket keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab
keperawatan.17


E. Kualitas Asuhan Keperawatan Rawat Inap
Asuhan keperawatan menggunakan metode proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis
dalam usaha memperbaiki atau memelihara pasien sampai taraf optimum
melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu
memenuhi kebutuhan khusus pasien. Sementara itu, Yura dan Walsh
menyatakan bahwa proses keperawatan adalah suatu tahapan desain
tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi:
mempertahankan keadaan kesehatan pasien yang optimal, apabila kondisinya
berubah kualitas tindakan keperawatan ditujukan untuk mengembalikan ke
keadaan normal. 17

Kualitas pelayanan asuhan keperawatan sebenarnya merujuk kepada
penampilan (Performance) dari pelayanan asuhan keperawatan. Secara
umum disebutkan bahwa makin sempurna penampilan pelayanan, makin
sempurna pula mutu/kualitasnya. 18

Schroder menyatakan bahwa saat mendefinisikan kualitas asuhan
keperawatan, perlu dipertimbangkan nilai-nilai dasar dan keyakinan para
perawat, serta cara mereka mengorganisasi asuhan keperawatan tersebut.
Intinya, latar belakang pemberian tugas dalam mutu asuhan yang berorientasi
teknik, mungkin akan didefinisikan cukup berbeda dengan keperawatan yang
berlatar belakang pemberian keperawatan primer.19

 Menurut Gilles, ciri-ciri asuhan keperawatan yang berkualitas antara
lain:20

1.
memenuhi standar profesi yang ditetapkan
2.
sumber daya untuk pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan
secara wajar, efisien dan efektif

3.
aman bagi pasien dan tenaga keperawatan sebagai pemberi jasa
pelayanan
4.
memuaskan bagi pasien dan tenaga keperawatan
5.
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etika, dan tata
nilai masyarakat
Standar Praktek Keperawatan di Indonesia disusun oleh Depkes RI
yang terdiri dari beberapa standar. Menurut JCHO: Joint Commission on
Accreditationof Health care Organisation (1999) terdapat 8 standar tentang
asuhan keperawatan yang meliputi:21

1.
Menghargai hak-hak pasien
2.
Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit
3. Observasi keadaan pasien
4.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi
5.
Asuhan pada tindakan non operatif dan administrative
6.
Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasive
7.
Pendidikan kepada pasien dan keluarga
8.
Pemberian asuhan kepada pasien secara terus menerus dan
berkesinambungan
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan
keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 KDM
dari Henderson):

1. Oksigen
2. Cairan dan elektrolit
3. Eliminasi
4. Keamanan
5.
Kebersihan dan kenyamanan fisik
6.
Istirahat dan tidur

7. Gerak dan jasmani
8. Spiritual
9. Emosional
10. Komunikasi
11. Mencegah dan mengatasi resiko psikologis
12. Pengobatan dan membantu proses penyembuhan
13. Penyuluhan
14. Rehabilitasi
F. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
Menurut Marquis dan Huston dalam Nursalam pemberian asuhan
keperawatan terdapat empat model yaitu:

1. Model fungsional
a.
Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan
b.
Perawat melaksanakan tugas / tindakan tertentu berdasar jadwal
kegiatan yang ada
c.
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia
kedua
d.
Kelebihan model fungsional
1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas dan pengawasan yang baik.
2) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial,

sedangkan perawatan pasien diserahkan kepada perawat yunior
dan atau belum berpengalaman.

e.
Kelemahan model fungsional

1) Tidak memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat
2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan
3) Persepsi pasien cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan ketrampilan saja
Bagan 1: Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional
(Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam 2002: 144)

Kepala Ruang
Perawat
Pengobatan
Perawat
Merawat Luka
Perawat
Pengobatan
Perawat
Merawat Luka
Pasien / Klien
2. Model Kasus
a. Berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan
b. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan pasien tertentu
c. Rasio 1:1 perawat – pasien
d. Pasien dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak
ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh perawat yang sama
pada hari berikutnya. Umumnya dilakukan untuk perawat privat atau
untuk perawatan khusus seperti: isolasi, intensif care.
e. Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien
f. Kelebihan manajemen kasus
1) Perawat lebih memahami kasus per kasus
2) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi mudah


 g.
Kelemahan manajemen kasus
1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama
Bagan 2: Sistem Asuhan Keperawatan Care Method Nursing
(Marquis & Huston: 136 dalam Nursalam, 2002: 150)

Kepala Ruang
Staf Perawat Staf Perawat
Pasien/Klien Pasien/Klien Pasien/Klien
Staf Perawat
3. Model Tim
a.
Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan
b.
Enam – tujuh perawat profesional dan perawat associate bekerja
sebagai suatu tim yang disupervisi oleh ketua tim
c.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbedabeda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok
pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri dari
tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu grup kecil yang
saling bekerja sama.
d.
Kelebihan model keperawatan tim
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3) Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim


e.
Kelemahan model keperawatan tim
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk
melaksanakan pada waktu-waktu sibuk
f.
Konsep metode tim
1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan
2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
4) Peran kepala ruangan penting dalam model tim. Model tim akan

berhasil baik bila didukung oleh kepala ruangan

g. Tanggung jawab anggota tim
1) Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung
jawabnya
2) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim
3) Memberikan laporan


h. Tanggung jawab ketua tim
1) Membuat perencanaan
2) Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi
3) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien
4) Mengembangkan kemampuan anggota
5) Menyelenggarakan konferensi


i. Tanggung jawab kepala ruang
1) Perencanaan

a) Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing


masing
b) Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya
c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi,

dan persiapan pulang bersama ketua tim

d) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktifitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur
penugasan/penjadwalan

e)
Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan

f)
Mengikuti visit dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan
mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien

g) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan


Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan

Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai
asuhan keperawatan

Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah

Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang
baru masuk rumah sakit
h) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
i) Membantu membimbing peserta didik keperawatan
j) Mewujudkan visi dan misi keperawatan dan rumah sakit

2)
Pengorganisasian
a) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b) Merumuskan metode penugasan


c) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim
d) Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi dua
ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat
e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan membuat

proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari
f) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
g) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
h) Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di

tempat kepada tim
i) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus

administrasi pasien
j) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
k) Identifikasi masalah dan cara penanganan


3) Pengarahan
a) Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
b) Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan

tugas dengan baik
c) Memberikan motivasi dalam memberikan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap
d) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan

berhubungan dengan asuhan keperawatan klien
e) Melibatkan bawahan dari awal hingga akhir kegiatan
f) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain


4)
Pengawasan

a)
Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien


b) Melalui supervisi


Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri
atau melalui laporan langsung lisan

Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir
ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan
serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses
keperawatan dilaksanakan, mendengarkan laporan ketua
tim tentang pelaksanaan tugas

Evaluasi yaitu mengevaluasi upaya pelaksanaan dan
membandingkan dengan rencana keperawatan yang sudah
disusun bersama ketua tim

Audit keperawatan
Bagan 3: Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan ”Team
Nursing” ( Marquis & Huston dalam Nursalam 2002 )

Kepala Ruang

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim
Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat
Pasien/Klien Pasien/Klien Pasien/Klien
4. Model Primer
a. Berdasarkan pada tindakan komprehensif dari filosofi keperawatan
b. Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan
c. Ratio 1:4 / 1:5 (perawat:pasien) dan penugasan metode kasus

d. Kelebihan model keperawatan primer
1) Bersifat kontinuitas dan komprehensif
2) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil
dan diri

3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan rumah
sakit. Keuntungan yang diperoleh adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu.
Selain itu asuhan yang diberikan berkualitas dan tercapai pelayanan
yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan
advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer
karena selalu mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang
selalu diperbaharui dan komprehensif.

e. Kelemahan model keperawatan primer
Hanya dapat dilakukan oleh perawat berpengalaman dan
berpengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction ,
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan
klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.
f.
Konsep dasar model keperawatan primer
1) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
2) Ada otonomi
3) Ketertiban pasien dan keluarga
g. Tugas perawat primer
1) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien
2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama dinas
4) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain


5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai

6) Menerima dan menyesuaikan rencana

7) Menyiapkan penyuluhan untuk pulang

8) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga

sosial di masyarakat

9) Membuat jadwal perjanjian klinik

10)Mengadakan kunjungan rumah

h. Peran Kepala Ruang/Bangsal dalam Metode Primer
1) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
2) Orientasi dan merencanakan karyawan baru
3) Menyusun jadwal dinas dan memberikan penugasan pada perawat
asisten
4) Evaluasi kerja
5) Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf
6) Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan

yang terjadi

i.
Ketenagaan Model Keperawatan Primer
1) Setiap perawat primer adalah perawat bed side
2) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat
3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
4) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non
profesional sebagai perawat asisten

j. Keuntungan utama
Memuaskan pasien dan perawat
Hubungan perawat primer dan tenaga kesehatan lain dapat dilihat pada
bagan berikut.


Bagan 4: Primary Nursing Wise ( 1995 )

Pasien
Asuhan
( 24 jam )
Perawat Primer Konsultasi
Supervisor
Kolaborasi dokter/tenaga
kesehatan lain
Perawat Asosiet
( PA )
Perawat Asosiet
( PA )
Perawat Asosiet
( PA )
G. Persepsi Pasien / Klien
Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi penglihatan,
penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu. Persepsi dinyatakan
sebagai proses menafsir sensasi-sensasi dan memberikan arti kepada stimuli.
Persepsi merupakan penafsiran realitas dan masing-masing orang
memandang realitas dari sudut perspektif yang berbeda.22

Persepsi dapat dipandang sebagai proses seseorang menyeleksi,
mengorganisasikan dan menafsirkan informasi untuk suatu gambaran yang
memberi arti.23

Dari beberapa pendapat mengenai persepsi dapat disimpulkan bahwa
persepsi adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam
memahami informasi tentang lingkungannya, melalui indera dan tiap-tiap
individu dapat memberikan arti yang berbeda.24

Beberapa orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda dalam
melihat suatu obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh: 1) tingkat
pengetahuan dan pendidikan seseorang, 2) faktor pada pemersepsi / pihak


pelaku persepsi, 3) faktor obyek atau target yang dipersepsikan dan 4) faktor
situasi dimana persepsi itu dilakukan.25 Sementara itu faktor pihak pelaku
persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti sikap, motivasi,
kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Variabel lain yang
ikut menentukan persepsi adalah umur, tingkat pendidikan, latar belakang
sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan
pengalaman hidup individu.26

Bagan 5: Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi 25,26

Faktor pemersepsi:

a. Sikap, motivasi
b. Kepentingan
c. Pengalaman
d. Pengharapan
Faktor situasi:

a. Waktu
b. Keadaan / situasi
c. Keadaan sosial
Persepsi
Faktor Target:

a. Hal baru
b. Gerakan
c. Bunyi
d. Ukuran
e. Latar belakang
f. Kedekatan
Persepsi setiap orang terhadap suatu obyek dapat berbeda-beda, oleh
karena itu persepsi mempunyai sifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi
memorinya. Semua apa yang telah memasuki indra dan mendapat


perhatiannya akan disimpan dalam memorinya dan akan digunakan sebagai
referensi untuk menanggapi stimuli baru. Dengan demikian proses persepsi
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya yang tersimpan dalam memori.27

H. Kepuasan Pasien Sebagai Pelanggan Rumah Sakit
Pelanggan adalah orang yang membeli dan menggunakan produk
suatu perusahaan. Pelanggan tersebut merupakan orang yang berinteraksi
dengan perusahaan setelah proses menghasilkan produk. Pelanggan adalah
seorang atau sekelompok orang yang menggunakan atau menikmati produk
berupa barang atau jasa dari suatu organisasi atau anggota organisasi
tertentu, yang dikelompokkan menjadi pelanggan internal yaitu mitra kerja
dalam organisasi yang membutuhkan produk barang atau jasa seseorang
atau sekelompok orang dalam organisasi itu dan pelanggan eksternal yaitu
semua orang atau sekelompok orang di luar organisasi yang membutuhkan
produk barang atau jasa suatu organisasi.28

Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah
membandingkan dengan harapannya. Seorang pelanggan jika merasa puas
dengan nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan sangat besar
kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam waktu yang lama.8

Kepuasan pelanggan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
kepuasan fungsional dan kepuasan psikologis. Kepuasan fungsional
merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang
dimanfaatkan, sedangkan kepuasan psikologis merupakan kepuasan yang
diperoleh dari atribut yang bersifat tidak terwujud dari produk.10

Kepuasan pasien akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa
pelayanan kesehatan dari rumah sakit kepada konsumen sesuai dengan apa
yang dipersepsikan pasien. Oleh karena itu, berbagai faktor seperti


subyektifitas yang dipersepsikan pasien dan pemberi jasa pelayanan
kesehatan, maka jasa sering disampaikan dengan cara yang berbeda dengan
yang dipersepsikan konsumen.11

Kepuasan pasien dalam mengkonsumsi jasa pelayanan kesehatan
cenderung bersifat subyektif, setiap orang bergantung pada latar belakang
yang dimilikinya, dapat menghasilkan tingkat kepuasan yang berbeda untuk
satu pelayanan kesehatan yang sama. Untuk menghindari adanya
subyektifitas individual yang dapat mempersulit pelaksanaan pelayanan
kesehatan perlu adanya pembatasan derajat kepuasan pasien, antara lain:

1.
Pembatasan derajat kepuasan pasien, diakui bahwa kepuasan pasien
bersifat individual, tetapi ukuran yang digunakan adalah yang bersifat
umum sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pasien
2.
Pembatasan pada upaya yang dilakukan dalam menimbulkan rasa
puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi pemakai jasa
pelayanan kesehatan yang pada umumnya awam terhadap tindakan
pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan harus sesuai
dengan kode etik dan standar pelayanan profesi.29
Lama hari rawat pada rawat inap terdahulu berpengaruh terhadap
kepuasan pasien. Sistem yang pernah dialami pasien pada rawat inap
sebelumnya akan mengurangi rasa kecemasan. Jadi semakin tinggi derajat
kesinambungan pelayanan semakin tinggi pula kepuasan pasien.

Menurut Jacobalis, kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa
manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan yang
harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya
loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut
yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen yang puas akan kembali


memanfaatkan jasa yang sama, sebaliknya konsumen yang tidak puas akan
memberitahukan orang lain tentang pengalaman tersebut.

Berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan yang sering
ditemukan berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit,
keterlambatan pelayanan oleh dokter dan perawat, dokter tertentu sulit
ditemui, dokter kurang komunikatif dan informatif, perawat yang kurang ramah
dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, lamanya proses masuk perawatan,
serta kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit.30

Nelson sendiri menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh dalam
kepuasan pasien adalah sebagai berikut: 29

1.
Kepuasan terhadap hasil yang lalu
2. Kesinambungan pelayanan
3. Harapan pasien
4. Komunikasi pasien-dokter
Terpenuhinya kebutuhan pasien akan memberikan gambaran
kepuasan pasien. Oleh karena itu tingkat kepuasan pasien sangat tergantung
pada pandangan pasien terhadap mutu pelayanan rumah sakit. Kebutuhan
pasien sendiri meliputi harga, keamanan, ketepatan dan kecepatan
pelayanan. Hal ini didukung oleh hasil survey yang dilakukan oleh Junadi,
bahwa pelanggan menilai pelayanan rumah sakit terdiri dari 4 aspek, yaitu:12

1.
Kenyamanan meliputi kebersihan, kenyamanan ruangan, kesesuaian
makanan dengan pola diet dan lokasi rumah sakit
2.
Kompetensi interpersonal petugas yang meliputi keramahan,
informatif, komunikatif, responsive dan suportif
3.
Kompetensi petugas meliputi pengetahuan dan ketrampilan petugas
dalam menjalankan tugasnya
4. Biaya

Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa
puas terhadap pelayanan kesehatan yang diterima, dimana mutu yang baik
dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan
atau kesegaran, kecepatan pelayanan, lingkungan perawatan yang
menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan prosedur, kelengkapan alat,
obat-obatan dan biaya yang terjangkau.

Setelah mendapatkan pelayanan, pelanggan akan memberikan reaksi
terhadap hasil pelayanan yang diberikan, apabila pelayanan yang diberikan
sesuai dengan harapan / keinginan pelanggan maka akan menimbulkan
kepuasan pelanggan, namun sebaliknya apabila pelayanan yang diberikan
tidak sesuai dengan harapan / keinginan pelanggan maka akan menimbulkan
ketidakpuasan pelanggan atau keluhan pelanggan.31

I. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Mengukur kepuasan pelanggan sangat bermanfaat bagi perusahaan
dalam rangka mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan
pesaing dan pengguna akhir, serta menemukan bagian mana yang
membutuhkan peningkatan. Umpan ballik dari pelanggan secara langsung
atau dari kepuasan pelanggan merupakan alat untuk mengukur kepuasan
pelanggan.

Pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:

1.
Pengukuran dapat dilakukan secara langsung melalui pertanyaan
kepada pelanggan dengan ungkapan sangat tidak puas, kurang puas,
cukup puas, puas dan sangat puas.
2.
Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka
mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka
rasakan.

3.
Responden diminta menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi
yang berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan diminta untuk
menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka rasakan.
4.
Responden diminta merangking elemen atau atribut penawaran
berdasarkan derajat kepentingan setiap elemen dan seberapa baik
kinerja perusahaan pada masing-masing elemen.31
J. Landasan Teori
Kegiatan keperawatan di rumah sakit terdiri dari manajemen
keperawatan dan keperawatan klinik, sedangkan asuhan keperawatan sendiri
merupakan bagian dari keperawatan klinik di rumah sakit. Mutu pelayanan
asuhan keperawatan sangat dipengaruhi oleh kehandalan, daya tanggap,
jaminan terhadap pelayanan keperawatan, dan empati perawat dalam
menghadapi pasien serta wujud nyata dari tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien.

Kepuasan pasien/klien akan mutu pelayanan asuhan keperawatan
tergantung pada persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan asuhan
keperawatan, dimana persepsi pelanggan dipengaruhi oleh (1) faktor
pemersepsi yang terdiri dari tingkat pengetahuan, pendidikan, umur, sosial
ekonomi (pendapatan dan pekerjaan), sikap, motivasi, kepentingan,
pengalaman, pengharapan ; (2) faktor situasi yang terdiri dari waktu,
keadaan/situasi, keadaan sosial dan (3) faktor target yang terdiri dari hal baru,
gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan.

Apabila persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan asuhan
keperawatan sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan maka
pelanggan akan puas, namun apabila persepsi pelanggan tidak sesuai
dengan harapan pelanggan maka akan menimbulkan ketidakpuasan
pelanggan terhadap perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.


K. Kerangka Teori
KEGIATAN KEPERAWATAN DI RS
Manajemen keperawatan:

a.
Penanganan administratif
b.
Membuat penggolongan
pasien
c.
Memonitor mutu pelayanan
d.
Manajemen ketenagaan dan
logistik keperawatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi pasien/klien:

1. Faktor pemersepsi
a.
Tingkat pengetahuan
b.
Pendidikan
c.
Umur
d.
Sosial Ekonomi
e.
Sikap, motif
f .
Kepentingan
g.
Pengalaman
h.
Pengharapan
2. Faktor Situasi
a.
Waktu
b.
Keadaan/Situasi
c.
Keadaan Sosial
3. Faktor Target
a.
Hal baru
b.
Gerakan
c.
Bunyi
d.
Ukuran
e.
Latar Belakang
f.
Kedekatan
Keperawatan Klinik:

a.
Pelayanan keperawatan personal
b.
Komunikasi dengan dokter
c.
Komunikasi dengan pasien dan
keluarga
d.
Menjaga lingkungan tempat
perawatan
e.
Penyuluhan kesehatan
Persepsi pasien/klien terhadap mutu
pelayanan asuhan keperawatan klinik:

1. Kehandalan perawat
2.Daya tanggap perawat
3.Jaminan dari perawat
4. Empati perawat
5.Bukti langsung/wujud tindakan
keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN
KLINIK
PERSEPSI KEPUASAN
KLIEN RAWAT INAP
Sumber: Gabungan dari beberapa sumber: Robbins (2000), Nursalam (2002),
Philip Kottler (1994), Hardjana (2003), Irawan (2002)

Sabtu, 03 Maret 2012

KOMITE KEPERAWATAN


LANGKAH-LANGKAH MEMBENTUK KOMITE KEPERAWATAN

Asuhan yang berkualitas mempunyai beberapa elemen (ICN) :
1. Meningkatnya kesehatan dalam waktu sesingkat mungkin,
2. Menekankan kepada pencegahan, penemuan dini, dan treatment,
3. Diberikan pada waktu yang tidak tertunda,
4. Dengan landasan pemahaman terjadi kerjasama dan partisipasi klien dalam membuat keputusan tentang proses asuhan,
5. Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah dan cakap dalam penggunaan teknologi dan sumber-sumber keprofesian,
6. Menunjukan kesadaran akan stres dan kecemasan klien (dan keluarga) dengan concern akan kesejahteraan klien secara menyeluruh,
7. Memanfaatkan dengan efisien teknologi yang tepat dan sumber-sumber asuhan kesehatan lain, dan
8. Secara memadai didokumentasikan untuk memungkinkan kontinuitas asuhan dan telaah sejawat.

Asuhan yang berkualitas dapat dicapai dengan adanya profesionalisme keperawatan. Pelayanan keperawatan profesional di RS diberikan oleh kelompok keperawatan. Kelompok keperawatan yang bertanggung jawab untuk terlaksananya peran dan kegiatan perawat di RS dapat berupa komite yang berada dalam struktur tetapi menjalankan peran fungsional. Komite Keperawatan di RS merupakan media utama untuk mengakomodasi dan memfasilitasi tumbuhnya komunitas profesi keperawatan melalui sistem pengampu keilmuan yang dapat mempertahankan profesionalisme pelayanan keperawatan yang diberikan. 

A. Pengertian Komite
Keperawatan merupakan wadah non struktural yang berkembang dari struktur organisasi formal rumah sakit bertujuan untuk menghimpun, merumuskan dan mengkomunikasikan pendapat dan ide-ide perawat/bidan sehingga memungkinkan penggunaan gabungan pengetahuan, keterampilan, dan ide dari staf profesional keperawatan. Komite Keperawatan merupakan oganisasi yang berfungsi sebagai wahana bagi tenaga keperawatan untuk berpartisipasi dalam memberikan masukan tentang hal-hal yang terkait masalah profesi dan teknis keperawatan.

 B. Prinsip kegiatan Komite Keperawatan
 Prinsip sinergisme yang memberlihatkan thinking power kelompok terpilih untuk bersama-sama berupaya memperoleh keluaran yang lebih efektif. Tenaga keperawatan profesional diberdayakan untuk berkontribusi secara kolektif terhadap proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan. 

C. Tujuan pembentukan
Komite Keperawatan Mewujudkan profesionalisme dalam pelayanan keperawatan :
1. Mengorganisasi kegiatan pelayanan keperawatan melalui penggabungan pengetahuan, keterampilan dan ide-ide.
2. Menggabungkan sekelompok orang yang menyadari pentingnya sinergi dan kekuatan berpikir agar dapat memperoleh output yang paling efektif.
3. Meningkatkan otonomi tenaga keperawatan dalam pengelolaan pelayanan keperawatan di RS.

 D. Peran Komite Keperawatan
1. Fasilitator pertumbuhan dan perkembangan profesi melalui kegiatan yang terkoordinasi.
2. Tim kendali mutu untuk mempertahankan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan aman.
3. Problem solver dalam mengatasi masalah keperawatan yang terkait dengan etik dan sikap moral perawat.
4. Investigator, kelompok peneliti yang mengkaji berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan pelayanan.
5. Implementator,vmenjamin diterapkannya standar praktek, asuhan, dan prosedur.
6. Human relation team, menjamin hubungan kerja dengan staff
7. Designer/implementator/pemantau dan evaluator ide baru.
8. Komunikator, edukator, negosiator, dan pemberi rekomendasi terhadap hasil kerja staff.

E. Fungsi Komite Keperawatan
Dalam kaitan dengan pelayanan keperawatan di rumah sakit
1. Menjamin tersedianya norma-norma : standar praktek/asuhan/prosedur keperawatan sesuai lingkup asuhan dan pelayanan serta aspek penting asuhan di seluruh area keperawan
2. Menjaga kualitas asuhan melalui perumusan rencana peningkatan mutu keperawatan tingkat rumah sakit: menetapkan alat-alat pemantauan, besar sampel, nilai batas, metodologi pengumpulan data, tabulasi, serta analisis data.
3. Mengkoordinasi semua kegiatan pemantauan mutu dan evaluasi keperawatan : jenis kegiatan, jadwal pemantauan dan evaluasi, penanggung-jawab pelaksana.
4. Mengintegrasikan proses peningkatan mutu keperawatan dengan rencana rumah sakit untuk menemukan kecenderungan dan pola kinerja yang berdampak pada lebih dari satu departemen atau pelayanan.
5. Mengkomunikasikan informasi hasil telaah mutu keperawatan kepada semua yang terkait, misalnya komite mutu rumah sakit.
6. Mengusulkan solusi kepada manajemen atas masalah yang terkait dengan keprofesionalan tenaga dan asuhan dalam sistem pemberian asuhan, misalnya sistem pelaporan pasien, penugasan staf.
7. Memprakarsai perubahan dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
8. Berpartisipasi dalam komite mutu tingkat rumah sakit.
9. Mempertahankan keterkaitan antara teori, riset dan praktek.

 Dalam kaitan dengan anggota
 1. Menetapkan lingkup praktek, kompetensi dan kewenangan fungsional tenaga keperawatan.
2. Merumuskan norma-norma: harapan dan pedoman perilaku.
3. Menyediakan alat ukur pantau kinerja tenaga keperawatan.
4. memelihara dan meningkatkan kompetensi untuk meningkatkan kinerja anggota.
5. Membina dan menangani hal-hal yang berkaitan dengan etika profesi keperawatan.
6. Mewujudkan komunitas profesi keperawatan.
7. Merumuskan sistem rekruitmen dan retensi staff.

 F. Garis besar tugas Komite Keperawatan
1. Menyusun dan menetapkan Standar Asuhan Keperawatan di RS
2. Memantau pelaksanaan asuhan keperawatan
3. Menyusun model Praktek Keperawatan Profesional
4. Memantau dan membina perilaku etik dan profesional tenaga keperawatan
5. Meningkatkan profesionalisme keperawatan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan seiring kemajuan IPTEK yang terintegrasi dengan perilaku yang baik.
6. Bekerja-sama dengan Direktur/bidang keperawatan dalam merencanakan program untuk mengatur kewenangan profesi tenaga keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan sejalan dengan rencana strategi RS.
7. Memberi rekomendasi dalam rangka pemberian kewenangan profesi bagi tenaga keperawatan yang akan melakukan tindakan asuhan keperawatan.
8. Mengkoordinir kegiatan-kegiatan tenaga keperawatan, menyampaikan laporan kegiatan Komite Keperawatan secara berkala (setahun sekali) kepada seluruh tenaga keperawatan RS.

 G. Struktur organisasi Komite Keperawatan
1. Ketua Komite Tujuan : Memberi kepemimpinan dan arah kepada sub komite
Lingkup tugas :
a. Mereview berbagai isu yang disajikan dan merujuk ke sub komite yang sesuai.
b. Menjaga dan merekomendasi perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
c. Memberi bimbingan dan dukungan kepada sub komite.
d. Memfasilitasi proses penetapan tujuan tahunan sub komite
e. Mereview jadwal operasional tahunan

 2. Sub Komite Praktek Keperawatan
 Tujuan : Menetapkan, mengimplementasikan dan menjaga standar praktek klinik keperawatan tertinggi, konsisten dengan standar profesional yang ditetapkan dan atau yang berkembang dan yang dipersaratkan lembaga pengatur.

Lingkup tugas :
a. Menetapkan lingkup praktek dari perawat profesional dan vokasional : peran dan tanggung jawab staf penunjang asuhan, dan kompetensi umum dan khusus.
b. Menyusun dan memperbaiki uraian tugas dari staf klinik.
c. Berpartisipasi dalam tim kredensial dari para pelaksana praktek yang ditetapkan.
d. Mereview, menyetujui, dan memperbaiki standar asuhan klinik dibidang dimana asuhan keperawatan diberikan.
e. Menyusun format evaluasi dan review sejawat untuk semua perawat klinik.
f. Menggunakan temuan-temuan riset keperawatan kedalam praktek klinik bila cocok.
g. Menyusun dan merevisi sistem dokumentasi keperawatan

 3. Sub Komite Pengembangan Profesi Tujuan : Menetapkan, mengimplementasikan, dan menjaga standar kependidikan yang meningkatkan pertumbuhan keprofesian dan kompetensi klinik tanpa henti.

Lingkup tugas :
b. Menetapkan dan mengevaluasi kebutuhan pendidikan keperawatan dan menetapkan proses-proses untuk memenuhi kebutuhan kependidikan staf bersamaan dengan pengembangan staf.
c. Meningkatkan akontabilitas individual para perawat untuk pendidikanyang diwajibkan dan memfasilitasi proses kredensial/sertifikasi ulang.
d. Menetapkan peran dan tanggung jawab preseptor.
e. Memelihara lingkungan yang kondusif untuk peningkatan dan pemanfaatan riset keperawatan.
f. Berpartisipasi dalam program rekruitmen, pengakuan, dan retensi melalui kolaborasi dengan bagian SDM/HRD.

 4. Sub Komite Mutu Keperawatan Tujuan : Memantau ketepatan dan efektifitas asuhan yang diberikan oleh staf keperawatan sekaligus mengkaji dan memastikan kepatuhan dengan standar dan praktek yang ditetapkan.

Lingkup tugas :
a. Menyusun, merevisi dan menyetujui rencana peningkatan mutu keperawatan.
b. Mengintegrasikan peningkatan mutu keperawatan dengan rencana RS.
c. Memantau dan memastikan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
d. Memastikan kepatuhan terhadap jadwal pelaporan untuk perbaikan kinerja komite.
e. Mensahkan dan memantau rencana peningkatan mutu unit.

 H. Susunan organisasi
 1. Komite Keperawatan:
 a. Terdiri dari ketua, wakil dan sekretaris dan anggota.
b. Ketua dipilih anggota dari 3 (tiga) calon ketua.
c. Dipilih setiap 3 tahun dan ditetapkan dengan SK direksi.
d. Anggota dipilih dari perwakilan bidang keahlian dan kelompok tenaga keperawatan, misalnya medikal bedah, anak, kritikal dan kelompok Perawat Klinik, peer manager dll.
e. Komite Keperawatan mempunyai sub komite.

 I. Hubungan Komite dengan Direktur/Bidang
Keperawatan Komite mempunyai peran yang sanat besar dalam membantu direksi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Hubungan Komite dengan Direktur/Bidang keperawatan bukan hubungan atasan-bawahan, melainkan hubungan kerjasama, koordinasi, kemitraan, dan saling menguatkan. Komite Keperawatan dapat menjadi :
 1. Media utama untuk mengakomodasi dan memfasilitasi berkembangnya profesional keperawatan yang dapat mempertahankan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan.
2. Menjadi mitra direktur/bidang keperawatan dalam mencapai visi dan misi serta tujuan bidang keperawatan.
3. Membantu fungsi-fungsi manajemen dan menyelesaikan persoalan operasional.
4. Memberi penasehatan terkait aspek profesi keperawatan.

 J. Persiapan pembentukan Komite Keperawatan
1. Membentuk panitia persiapan
2. Pengarahan bagi panitia persiapan
3. Bedah buku, belajar dari komite RS lain.
4. Menyusun program kerja : tujuan, sasaran, susunan organisasi, tata kerja, jadwal pertemuan, mekanisme laporan, masa kerja komite.
5. Presentasi pada pimpinan daerah/dewan pendiri dan direksi RS.
6. Sosialisasi.
7. Pembentukan dan pengesahan komite.
8. Implementasi kerja komite.
9. Evaluasi.

Senin, 17 Oktober 2011

PENINGKATAN MUTU KEPERAWATAN GAWATDARURAT
DI UGD RSU KOTA TANGERANG SELATAN 2011

A. Landasan Pemikiran

Fungsi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan sebagai Institusi penyedia sarana kesehatan dalam proses penyembuhan dan pemulihan terhadap pasien, juga mengandung unsur upaya penanganan kasus gawat darurat. Sebagai salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan Rumah Sakit yakni dengan rendahnya angka keterlambatan pelayanan pertama gawat darurat dan angka kematian di UGD masih dalam batas yang normal yaitu kurang dari 5%. Untuk mencapai keberhasilan tersebut Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan harus memiliki sumber daya professional yang dibekali pengetahuan dan ketrampilan untuk mengatasi kegawatdaruratan yang terjadi.
Kegawatdaruratan adalah suatu kejadian yang membutuhkan pertolongan cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Bagi pasien di rumah sakit ini merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung pada kematian pasien. Beberapa pelayanan gawat darurat mungkin dimanfaatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan. Akan tetapi, perawat gawat darurat sebagai orang terdekat dengan pasien diharapkan mampu mengenal gejala dan pertolongan sebelum dokter datang, ini berarti Pelayanan gawat darurat disamping terdiri dari falsafah dan tujuan, administrasi juga terdiri dari pengelolaan rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat
Untuk itu dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan perlu adanya Program pemantauan dan peningkatan mutu pelayanan keperawatan gawatdarurat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

B. Tujuan
1. Tujuan Umum.
Memberikan pelayanan keperawatan gawatdarurat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan yang optimal.

2. Tujuan Khusus.
a. Adanya peningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kegawatdaruratan.
b. Mencegah terjadinya pertolongan pertama oleh sembarang orang yang tidak memadai dan cenderung berbahaya
c. Meningkatkan komunikasi antar unit kerja Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan
d. Terpenuhinya standar dan parameter pada Akreditasi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

C. Sasaran
Sasaran program merupakan target pertahun yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan-tujuan yang menunjukkan hasil antara yang diperlukan untuk merealisir tujuan tertentu, yaitu :
1. Meningkatkan perilaku petugas terhadap upaya pelayanan keperawatan kegawatdaruratan
2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
3. Menurunkan angka Keterlambatan Pelayanan Pertama Gawat Darurat.
4. Menurunkan angka kematian di UGD
5. Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kegawatdaruratan.

D. Penutup
Program peningkatan mutu pelayanan keperawatan gawatdarurat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan merupakan suatu upaya tanpa akhir yang perlu didukung oleh sumber daya manusia yang mempunyai pengetahuan, keterampilan serta sikap profesional di bidangnya. Dalam pelaksanaanya upaya peningkatan mutu ini bukanlah hal yang mudah karena itu perlu adanya kerja sama dengan berbagai pihak yang mempunyai visi yang sama.

CEDERA KEPALA


A. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.


Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan
7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

C. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital
3. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

4. Pemeriksaan Penujang
• CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
• MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
• Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
• Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
• X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
• BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
• PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
• CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
• ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
• Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
• Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan
Konservatif:
• Bedrest total
• Pemberian obat-obatan
• Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

C. INTERVENSI

Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
• Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
• Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
• Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
• Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.


Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.

Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.

Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
• Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
• Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
• Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
• Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
• Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
• Ganti posisi pasien setiap 2 jam
• Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
• Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press
PROGRAM PEMBINAAN KADER KESEHATAN SEKOLAH
MTS NEGERI PAMULANG 2010

I. LANDASAN PEMIKIRAN
Target/sasaran pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada kelompok/populasi umur tertentu sangat menentukan keberhasilan suatu program kesehatan. Pertama, populasinya tergolong besar karena jumlah anak usia sekolah mencapai 30 % dari jumlah penduduk (Depkes, 2008). Kedua, mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik di Institusi-institusi sekolah. Ketiga, pendidikan dan pelayanan kesehatan yang diberikan sejak dini jauh lebih baik daripada diberikan pada usia yang sudah agak 'terlambat'. Keempat, anak usia sekolah merupakan generasi penerus yang potensial. Kelima, masalah kesehatan yang dialami anak usia sekolah tsangat kompleks dan bervariasi. Keenam, banyak kegiatan dapat diintegrasikan dengan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Ketujuh, anak usia sekolah merupakan sumber daya manusia (SDM) yang sangat berharga bagi negara.
Kader Kesehatan Sekolah atau biasa disingkat KKR adalah peserta didik (siswa sekolah) yang memenuhi kriteria dan telah dilatih untuk ikut melaksanakan sebagain usaha pemeliharaan dan peningkatan kesehatan terhadap diri sendiri, teman, keluarga dan lingkungannya.

II. TUJUAN PROGRAM KADER KESEHATAN SEKOLAH
1. Tujuan umum:
Meningkatkan partisipasi peserta didik dalam program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

2. Tujuan khusus:
a. Agar peserta didik dapat menjadi penggerak hidup sehat di sekolah, rumah dan lingkungannya.
b. Agar peserta didik dapat menolong dirinya sendiri, teman, keluarga dan lingkungannya.

III. KRITERIA KADER KESEHATAN SEKOLAH
1. Siswa kelas 1 atau 2 SMP/MTS dan belum pernah mendapat pelatihan sebelumnya
2. Berprestasi di sekolah
3. Berbadan sehat
4. Berwatak pemimpin dan bertanggung jawab
5. Berpenampilan bersih dan berperilaku sehat
6. Berbudi pekerti baik dan suka menolong
7. Mendapat izin dari orang tua siswa


IV. TUGAS DAN KEWAJIBAN KADER KESEHATAN SEKOLAH
1. Selalu bersikap dan berperilaku sehat sehingga dapat menjadi contoh bagi teman-temannya.
2. Dapat menggerakkan sesama teman untuk bersama-sama menjalankan usaha kesehatan terhadap dirinya masing-masing.
3. Berusaha bagi tercapainya kesehatan lingkungan yang baik di sekolah dan di rumah
4. Membantu guru dan petugas kesehatan pada waktu pelaksanaan pelayanan kesehatan di sekolah
5. Berperan aktif pada kegiatan-kegiatan dalam rangka upaya peningkatan kesehatan di sekolah, misal: Pekan Kebersihan, Pekan Gizi, Pekan Penimbangan berat badan dan tinggi badan, Pekan Kesehatan Gizi, Pekan Kesehatan Mata, dll.

V. KEGIATAN KADER KESEHATAN SEKOLAH

1. Menggerakkan dan membimbing teman dalam melaksanakan: pengamatan kebersihan dan kesehatan pribadi, pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan dan penyuluhan kesehatan
2. Membantu petugas kesehatan melaksanakan pelayanan kesehatan di sekolah, antara lain: distribusi obat cacing, vitamin, dll; Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), Pertolongan Pertama Pada Penyakit (P3P).
3. Memperoleh pembekalan materi pelatihan, misal: pengenalan tanda-tanda penyakit, kesehatan lingkungan, dll
4. Pengamatan kebersihan Ruang UKS, warung sekolah dan lingkungan sekolah, contoh: kebersihan ruang kelas dan perlengkapannya, kebersihan halaman sekolah, tempat suci, WC, kamar mandi, persediaan air bersih, tempat sampah, saluran pembuangan, termasuk upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
5. Pencatatan dan pelaporan, antara lain: pencatatan dan pelaporan kegiatan dalam Buku Harian KKR.
6. Melaporkan hal-hal khusus yang ditemuinya kepada guru UKS/Kepala Sekolah/guru yang ditunjuk.

VI. MANFAAT KADER KESEHATAN SEKOLAH
1. Bagi KKR:
a. meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat.
b. memiliki ketrampilan dalam upaya pelayanan kesehatan sederhana.
c. bertindak sebagai teladan, penggerak dan pendorong hidup sehat bagi kawan-kawannya.
d. memiliki rasa kepedulian sosial.



2. Bagi Peserta Didik lainnya:
Ikut tergerak dan terbiasa berperilaku hidup bersih dan sehat.

3. Bagi Guru:
Meningkatkan kerjasama antara guru dengan orang tua murid dan petugas kesehatan dalam meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah.

4. Bagi Orang Tua Peserta Didik
Meningkatkan kesadaran orang tua dalam berperilaku hidup bersih dan sehat bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungannya serta mendukung dan berperan aktif dalam kegiatan peningkatan kesehatan anak sekolah.

5. Bagi Masyarakat dan Lingkungannya:
a. Masyarakat tergerak untuk hidup bersih dan sehat.
b. Akhirnya akan berdampak pada meningkatnya kualitas lingkungan hidup sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Pamulang, 12 April 2010

Jumat, 04 Juli 2008

PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu.

Kolera masuk di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.

Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu.

Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.

Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).

Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.

Tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta.

Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.

Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi.

Pada tahun 1925, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan.

Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.

Oleh sebab itu, untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, Hydrich mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.

Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.

Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas.

Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan.

Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan.

Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini.

Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.

Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.

Kegiatan pokok puskesmas mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan penyakit menular
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Perawatan kesehatan masyarakat
9. Usaha kesehatan gizi
10 Usaha kesehatan sekolah
11 Usaha kesehatan jiwa
12 Laboratorium
13 Pencatatan dan pelaporan

Pada tahun 1969, sistem puskesmas hanya disepakati 2 saja, yakni tipe A dan B dimana tipe A dikelola oleh dokter sedangkan tipe B hanya dikelola oleh paramedis. Dengan adanya perkembangan tenaga medis maka akhirnya pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B, hanya ada satu tipe puskesmas yang dikepalai oleh seorang dokter.

Pada tahun 1979 juga dikembangkan 1 piranti manajerial guna penilaian puskesmas yakni stratifikasi puskesmas sehingga dibedakan adanya :
1. Strata 1 : puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. Strata 2 : puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3 : puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata

Selanjutnya puskesmas juga dilengkapi dengan 2 piranti manajerial yang lain, yakni micro planning untuk perencanaan dan lokakarya mini (Lokmin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim. Akhirnya pada tahun 1984 tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (Posyandu).

Program ini mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Penanggulangan penyakit diare
5. Imunisasi

Puskesmas mempunyai tanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing.

Update : 29 Juni 2006

Sumber :

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.